Dalam semangat melestarikan warisan budaya, Pemuda Pemudi Sinagama mempersembahkan Pelatihan Batik sebagai bagian dari rangkaian acara Gamelan Fest. Kegiatan ini telah sukses digelar pada 20 Oktober 2024 di Lumbung Mataram Binangun, Jl. Namburan Lor Panembahan, Kraton, Kota Yogyakarta.
Melalui pelatihan ini, para peserta diajak menyelami filosofi dan teknik membatik secara langsung, menjahit nilai-nilai kearifan lokal ke dalam kain dan kehidupan. Semoga semangat berkarya dan mencintai budaya terus tumbuh di hati. (Pemuda Pemudi Sinagama)
SD Keputran I (Ex SD Keputran I , IV dan VII) terletak di jalan Musikanan, Panembahan, Kraton, Yogyakarta. Sekolah ini didirikan oleh Sri Sultan HB VII pada tahun 1913 dengan nama HIS (Holland Indische School) atau sekolah Klas I, yang dipergunakan untuk sekolah khusus bagi para putra pejabat Kraton. Sekolah ini merupakan pindahan dari sekolah Sri Manganti yang menempati Bangsal Trajumas. Pada tahun 1946 sekolah ini berubah nama menjadi Sekolah Rakjat Sempoerna Kepoetran I. Berdasarkan catatan sejarah Sri Sultan Hamengkubuwono X pernah mendapatkan pendidikan dasar di sekolah ini.
Bangunan Gedung SD Keputran I memiliki gaya bangunan Indis yang ditandai dengan konstruksi bangunan yang tinggi, elemen perlobangan untuk penghawaan yang cukup banyak, bentuk atap bangunan dengan kemiringan yang cukup curam, model pintu berpanil kayu dan kaca, serta langit-langit yang tinggi. Jika dilihat masa pembangunannya, bangunan ini berada pada masa arsitektur Indis peralihan sehingga percampuran dengan unsur-unsur tradisional sangat terlihat.
Masjid Margoyuwono terletak di Kelurahan Panembahan, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta. Tepatnya, berada di Jalan Langenastran Lor No. 9. Berdasarkan prasasti pada dinding masjid, diperkirakan mulai dibangun pada tanggal 28 Maulud 1874 AJ dan diresmikan pada tanggal 29 Agustus 1943 M. Pada awalnya masjid ini berupa langgar milik keluarga HMJ Prawiro Yuwono. Setelah jamaah yang beribadah bertambah banyak, langgar tersebut kemudian dipugar dan dibangun menjadi masjid. Pada masa kemerdekaan tepatnya saat Yogyakarta sebagai ibukota RI, masjid ini sering digunakan sebagai tempat ibadah para menteri dan para pembesar yang ada di Yogyakarta. Pada tahun 1986 M renovasi dilakukan pada bagian tempat wudlu.
Masjid ini memiliki ruang utama dan serambi. Masjid ini tergolong unik karena menggabungkan elemen-elemen arsitektur tradisional Jawa dengan beberapa komponen arsitektur Timur Tengah. Bentuk-bentuk lengkung yang kerap dijumpai pada bangunan berlanggam Timur Tengah digabung dengan ornamen nanasan yang biasa menghiasi emprit gantil pada bangunan tradisional Jawa.
Bangunan-bangunan yang ada dalam situs Kraton Yogyakarta antara lain adalah: Tratag Pagelaran, Tratag Sitihinggil, Bangsal Witana, Bangsal Pancaniti, Bangsal Prabayeksa, Bangsal Kencana, Gedhong Jene, Langgar Panepen, Kedhaton Wetan, Bangsal Kemagangan dan Sasana Hinggil Dwi Abad. Selain bangunanbangunan tersebut juga terdapat regol-regol yang menghubungkan antar halaman, di antaranya: Regol Gadhungmlathi, Regol Kemagangan, Regol Manikantaya, Regol Danapratapa dan Regol Srimanganti.
Benteng Keraton atau Benteng Baluwerti yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan HB I dan kemudian dilanjutkan oleh Sultan HB II merupakan tembok keliling sebagai penanda batas Kraton Kesultanan Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan sekaligus tempat tinggal Sultan dan keluarganya. Kawasan yang berada di sisi dalam tembok ini disebut sebagai kawasan Jeron Beteng. Tembok keliling tersebut berupa benteng tebal yang di sisi luamya terdapat jagang
Bastion atau sering disebut pojok beteng karena letak Pojok benteng ini berada di sisi timur dan paling selatan dari wilayah Kraton Yogyakarta. Pojok Beteng Wetan dilengkapi dengan tempat pengintaian yang jumlahnya ada tiga buah dan tempat prajurit sebanyak sepuluh buah dan dilengkapi dengan ruangan yang berfungsi sebagai gudang mesiu.Pojok beteng Wetan dapat dikunjungi melalui kampung siliran dari sisi dalam untuk menikmati pemandangan dari atas bangunan tampak Jl. Parangtritis, Jl. Mayjen Sutoyo, Jl. Brigjen Katamso dan Jl. Kolonel Sugiyono. Adapun bangunan dari bawah dapat dinikmati dari keempat jalan tersebut.
Bangunan ini berada di Jl. Siliran Lor No. 1 Yogyakarta. Rumah ini dibangun pada tahun 1860, rumah bergaya joglo ini dimiliki oleh KRT Kusumabudaya, seorang abdi dalem Tepas Kapujanggan (Kantor Kesusasteraan) Kraton Yogyakarta Rumah yang pernah dijadikan sekolahan pada tahun 1955-1967 ini tidak memiliki ukiran sedikitpun pada kayunya sebagai ungkapan kerendahan hati pemilik rumah yang menyadari kedudukannya hanya sebagai abdi dalem silir (pengelola penerangan keraton). Pada masa Sultan HB VIII, tata ruang dan material bangunan masih dipertahankan keasliannya, kecuali bagian lantai sudah berganti ubin keramik. Gaya tradisional terlihat jelas dengan keberadaan pendopo pada bagian depan rumah dan sumur pada sudut halaman. Selain itu arsitektur tradisional ditunjukan pula dari bentuk atapnya berupa joglo pada pendopo dan limasan pada rumah utama (Dalem Ageng), dan dilengkapi tiga senthong (tengah, kiri dan kanan). Di samping itu, di halaman rumah ditata dengan berbagai koleksi tanaman langka. Bangunan tersebut tergolong dalam Bangunan Cagar Budaya Bangunan Cagar Budaya berdasarkan SK Gubernur DIY 2002 dan saat ini Bangunan ini digunakan sebagai Home Stay yang dikelola oleh kutus-kutus.













